Minggu, 08 November 2015

EPISTEMOLOGI



EPISTEMOLOGI
Oleh: Ozzy Zaidan
A.    Pengertian Epistemologi
Runes dalam Ahmad Tafsir (2004:23) menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philoshophy which investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat pengetahuan karena ia membicarakan pengetahuan.[1]
Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 untuk membedakannya dengan cabang filsafat lainnya yaitu ontology (Hunnex, 1986: 3). Secara kebahasaan (etimologi), istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani yakni episteme dan logos. Jika kata yang pertama berarti pengetahuan (knowledge), maka kata yang belakangan disebutkan berarti ilmu atau teori (Theory). Jadi, jika melihat dari silsilah kebahasaan tersebut, epistemology dapat dimengerti sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge) (Pranarka, 1987: 3-5).[2]
Adapun secara terminologis, kita dapat meminjam pendapat dari beberapa pakar terkait pengertian epistemology ini. Milton D. Hunnex menyebutkan bahwa epistemology adalah cabang filsafat yang membahas sifat dasar, sumber, validitas pengetahuan (epistemology comprises the systematic study of the nature, sources, and validiy of knowledge) (Hunnex, 1986: 3). Pengertian yang dikemukakan Hunnex tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut. Yakni, bahwa fokus pembahasan epistemology meliputi pokok-pokok persoalan seperti dari mana manusia memperoleh pengetahuan atau apa sumber pengetahuan itu? bagaimana hubungan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui (struktur atau situasi pengetahuan)? apa kriteria pengetahuan (Yang disebut benar)? apakah yang menjadi batas waktu wilayah ilmu pengetahuan? dan perbagai pertanyaan lainnya.
Epistemologi membicarakan sumber ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Tatkala manusia baru lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun. Nanti, tatkala ia berusia 40 tahun, pengetahuannya banyak sekali sementara kawannya yang seumur dengan dia mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih daripada dia dalam bidang yang sama atau berbeda. Bagaimana mereka itu masing-masing mendapat pengetahuan itu? Mengapa dapat berbeda tingkat akurasinya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di dalam epistemologi.
Jadi, dari itu, secara singkat, kita dapat memahami bahwa epistemology pada dasarnya merupakan dari salah satu upaya evaluatif dan kritis tentang pengetahuan (knowledge) manusia.
B.     Sumber Pengetahuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman.[3] Sedangkan Sumber pengetahuan itu sediri adalah apa yang menjadi titik tolak atau apa yang menjadi objek pengetahuan. Sumber itu dapat bersifat atau berasal dari “dunia eksternal” atau juga terkait dan berasal dari “dunia internal” atau kemampuan subjek.
Dalam sejarah filsafat, Plato dan Aristoteles adalah dua filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda terkait sumber pengetahuan. Plato disebut juga sebagai seorang rasionalisme klasik (sementara tokoh rasionalisme Modern adalah Descartes, Spinoza, Leinbniz). Tokoh rasionalisme ini berpandangan bahwa sumber pengetahuan itu adalah rasio. Dengan kata lain, rasionalisme menempatkan posisi rasio (akal) sebagai sumber terpercaya dan utama bagi pengetahuan. Kaum rasionalis percaya bahwa proses pemikiran abstrak (rasional) dapat mencapai pengetahuan dan kebenaran fundamental yang tidak dapat disangkal tentang (a) apa yang “ada” (tentang realitas) dan strukturnya serta (b) tentang alam semesta pada umumnya (Bagus, 1996: 928-929).
Menurut kaum rasionalis, realitas dan beberapa kebenaran tentang realitas dapat dicapai tanpa tergantung pada pengamatan (pengalaman) atau tanpa menggunakan metode empiris. Karena itu, pengetahuan seperti ini sering disebut pengetahuan a priori (a priori knowledge, neceserry knowledge) –a priori: a = dari, dan prior= yang mendahului, berarti tidak tergantung atau mendahului pengalaman. Jadi pengetahuan a priori artinya pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui pengalaman. Adapun cara kerja kaum rasionalis adalah berdasarkan penalaran deduktif, logis, dan matetamtis.
Sementara itu, Aristoteles berpandangan besebrangan dengan gurunya, Plato. Baginya, sumber pengetahuan adalah pengalaman. Aristoteles adalah tokoh empiris klasik (sementara itu tokoh-tokoh empiris Modern seperti Fancis Bacon, Jhon Lock, Berkeley, David Hume). Tokoh empirisme ini menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus didasarkan atas metode empiris eksperimental, sehingga kebenarannya dapat dibuktikan. Empirisme dalam ilmu pengetahuan ini dalam perkembangan berikutnya kelak berkembang menjadi aliran positivisme, yang merumuskan pembendaan antara ilmu pengetahuan (science) dengan non-ilmu melalui kriteria verifikasi.[4]
Dalam epistemology Barat, dua pandangan ini, yakni rasionalisme dan empirisme, merupakan dua aliran yang paling banyak diterima dan paling dominan di antara sumber pengetahuan lainnya. Namun, di samping dua pandangan tersebut, ada juga beberapa pandangan yang menyebutkan sumber pengetahuan di luar rasionalisme dan empirisme tersebut. Bertrand Russell, membedakan 2 macam pengetahuan. Yaitu pertama adalah pengetahuan melalui pengalaman (knowledge by acquaintance) di antaranya yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui (a) data indrawi (sense data), (b) benda-benda memori (objects of memory), (c) keadaan internal (internal states) dan (d) diri kita sendiri (ourselves). Adapun yang kedua adalah pengetahuan melalui melalui deskripsi (knowledge by description), yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui  (a) orang lain dan (b) benda-benda fisik, namun bukan hasil pengamatan akan tetapi konstruksi (Hunnex, 1986: 3)[5].
Adapun Ted Honderich (1995: 931) mengemukakan beberapa sumber pengetahuan (sources of knowledge). Honderich mengemukakan bahwa rasionalisme, dan empirisme termasuk sumber pengetahuan. Namun selain dua hal tersebut Honderich juga memasukan sumber-sumber pengetahuan yang lain yakni memory, introspection, precognition serta sumber-sumber lain.
Adapun R.John Hospers (1967) juga mengemukakan sejumlah sumber pengetahuan adalah: sense experience (pengalaman pribadi), rason (akal-budi), authority (otoritas), intuition (intuisi), relevation (wahyu) dan faith (keyakinan).
Seperti yang terlihat ada pandangan yang sama ada juga yang berbeda terakit dengan sumber pengetahuan antara Hosper dan Honderich.
Di makalah ini akan diterangkan sebisa mungkin menyangkut sumber-sumber pengetahuan yang di cantumkan oleh Hosper dan Honderich.
1.      Perception (persepsi/ pengamatan indrawi)
Persepsi adalah hasil tanggapan indrawi terhadap fenomena alam. Adapun istilah yang lebih umum untuk istilah persepsi ini adalah empiri atau pengalaman (empeiria; experiential). Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang diterima dalam epitemologi (Barat dan Islam).
2.      Memory (ingatan)
Pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis, banyak sekali mengandalkan ingatan. Pengalaman langsung ataupun tidak langsung harus didukung oleh ingatan agar hasil pengalaman itu dapat disusun secara logis dan sitematis (menjadi pengetahuan).
3.      Reason (akal, nalar)
Akal diterima sebagai salah satu sumber pengetahuan. Adapun pikiran atau penalaran adalah hal yang paling mendasar bagi kemungkinan adanya pengetahuan. Penalaran adalah proses yang harus dilalui dalam menarik kesimpulan. Ada hubungan yang erat antara metode (metodologi) dengan logika (penalaran).
4.      Intropection (introspeksi)
Introspeksi juga dianggap sebagai sumber pengetahuan di mana manusia mendapatkan pengetahuan (pengetahuan atau pemahaman terhadap sesuatu) ketika ia mencoba melihat kedalam dirinya. Socrates pernah menyatakan “Kenalilah Dirimu Sendiri”.
5.      Intuition (intuisi)
Intuisi adalah “tenaga rohani”, suatu kemampuan yang mengatasi rasio, kemampuan untuk menyimpulkan serta memahami secara mendalam. Intuisi adalah pengenalan terhadap sesuatu secara langsung dan bukan melalui inferensi logis (deduksi-induksi). Intuisi merupakan kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan secara tiba-tiba dan secara langsung.  
6.      Authority (otoritas)
Otoritas mengacu pada individu atau kelompok yang dianggap memiliki pengetahuan sahih dan memiliki legitimasi sebagai sumber pengetahuan. Ototitas juga dapat berasosiasi atau berate negatif bila otoritas itu bersifat dominasi, menindas dan otoritasnya tidak abash. Otoritas ini dapat memasuki dunia politik, kehidupan religius dan moral.
7.      Precognition (prakognisi)
Prakognisi ialah kemampuan untuk mengetahui sesuatu peristiwa yang akan terjadi.
8.      Clairvoyance
Clairvoyance adalah kemampuan mempersepsi suatu peristiwa tanpa menggunakan indra. Seorang ahli nujum mampu mengetahui barang anda yang hilang beberapa hari yang lalu, maka orang ini memiliki kemampuan Clairvoyance.
9.      Telepathy (telepati)
Telepati adalah kemampuan berkomunikasi tanpa menggunakan suara atau tanpa menggunakan bentuk simbolik lain, namun hanya dengan kemampuan mental. Misalnya jika seseorang dapat mengetahui pikiran orang lain tanpa menggunakan salah satu bentuk komunikasi.
Di antara sekian sumber pengetahuan yang telah disebutkan, baik yang diambil dari pandangan Hosper atau Honderich, tentu saja teman-teman boleh bersepakat atau tidak bersepakat mana yang betul-betul dianggap sebagai sumber pengetahuan dan mana yang tidak. Sekarang kita beralih ke pembahasan lain yakni teori/ kiteria kebenaran.

C.    Teori/ Kriteria Kebenaran
Dalam epistemology dan filsafat ilmu pengetahuan dikenal sejumlah teori kebenaran, yaitu: teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran koherensi, teori kebenaran pragmatis, teori kebenaran performatif dan teori kebenaran paradigmatif. Dalam makalah ini akan dijelaskan secara ringkas teori tersebut.[6]
1.      Teori Kebenaran Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi menyatakan bahwa suatu teori/ proposisi benar bila proposisi atau teori itu sesuai dengan fakta (kenyataan). Kebenaran adalah kesetiaan pada realitas objektif.
2.      Teori Kebenaran Kosistensi Dan Koherensi
Dalam teori konsistensi dan koherensi, kebenaran adalah adanya saling hubungan antar putusan-putusan atau kesesuaian/ ketaat- asasan dengan kesepakatan atau pengetahuan yang telah dimiliki. Teori kebenaran ini umumnya terdapat dalamn matematika dan logika atau kelompok epistemology idealis. Bagi penganut teori kebenaran ini, konsistensi suatu pernyataan atau teori dengan system pernyataan sebelumnya sudah diandaikan kebenarannya dan menjadi tolak ukur kebenaran. 
3.      Teori Kebenaran Pragmatis
Pragmatisme adalah aliran filasafat yang lahir di Amerika serikat akhir abad ke-19 yang menakankan akal budi (rasio) sebagai sarana pemecahan masalah (problem solving) dalam kehidupan manusia baik masalah yang bersifat teoritis ataupun praktis. Tokoh pragmatisme awal adalah Charles Sander Pierce (1834-1914) yang dikenal juga dengan tokoh semiotic, William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952) (Honderich, 1995).
4.      Teori Kebenaran Performatif
Teori ini berasal dari John Langshaw Ausrin (1911-1960), seorang filsuf Inggris yang mengemukakan teori tindak bahasa. Austin tidak begitu tertarik membicarakan bahasa sebagai pemaparan ralitas (fakta atomik). Ia mengarahkan analisinya pada pemakaian bahasa sehari-hari. Ia membedakan dua macam penggunaan bahasa, yaitu preposisi atau tuturan konstantif dan proposisi atau tuturan performatif dengan aturan/kriterianya sendiri. Kebenaran performatif maksudnya adalah bahwa suatu pernyataan dikatakan benar bila apa yang dinyatakan (oleh seseorang) dilakukan sesuai dengan tindakan dan kewenangan yang ada padanya.
5.      Teori kebenaran paradigmatis dan Konsensus
Teori kebenaran paradigmatik dapat diturunkan dari konsep paradigm Thomas Samuel Kuhn, ilmu pengetahuan dikonstruksi atas paradiga tertentu. Dalam dunia ilmiah ada sekelompok ilmuan (komunitas ilmuan) yang mendukung paradigm tertentu (misalnya dalam psikologi: terdapat paradigm psikoanalisa, paradigma behaviorisme, paradigm humanistik dan lain-lain). Ada kriteria berbeda satu paradigm dangan paradigma yang lain, sehingga kebenaran tergantung pada paradigma yang digunakan (paradigmatic).
D.    Cara Kerja Ilmu Pengetahuan
Objek pengetahuan adalah hal atau materi yang menjadi perhatian bagi pengetahuan (objek material). Dalam istilah epistemology, ini disebut dengan masalah ontology. Honderich (1995) menyatakan bahwa objek pengetahuan adalah:
1.      Gejala alam fisis
2.      Masa lalu
3.      Masa depan
4.      Nilai-nilai (aksiologi)
5.      Abstraksi
6.      Pikiran (philoshophy of mind: our own experiences, our own inner states, other minds)
Gejala alam fisis (fenomena alam) merupakan objek ilmu pengetahuan yang utama pada ilmu-ilmu alam. Masa lalu sebagai objek pengetahuan bisa menjadi perhatian bagi ahli sejarah, arkeologi, etnologi, antropologi, dan lain-lain. Kelompok pengetahuan ini lebih bersifat retrodiktif (melihat kebelakang) (sedangkan ilmu yang lebih berorientasi ke masa depan (the future) disebut dengan ilmu yang bersifat prediktif). Objek yang berkaitan dengan nilai-nilai menjadi objek yang dibicarakan pada bidang-bidang tertentu, misalnya nilai-nilai moral menjadi objek kajian etika dan nilai-nilai keindahan menjadi objek kajian estetika. Sedangkan abstraksi dan pikiran dapat menjadi perhatian atau focus kajian pada psikobiologi, psikologi, cognitive science atau philoshopy of mind.
E.     Struktur Pengetahuan
Struktur atau situasi pengetahuan (the knowledge situation) membahas bagaimana hubungan antara ilmuan (the knowler,self) dengan sense atau data (experience) atau hal/objek yang diketahui (things known, world) (Hunnex, 1986: 8). Stuktur pengetahuan disebut juga situasi pengetahuan atau fenomenologi pengetahuan. Hubungan antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui tergambar dari beberapa pandangan. Beberapa pandangan tersebut adalah objektivitas, subjektivitas, skeptisisme, relativisme, fenomenalisme.[7] Di makalah ini akan dibahas terkait pandangan-pandangan tersebut.
1.      Objektivisme
Pendukung objektivisme berpendapat bahwa objek-objek fisis yang diobservasi/teliti bersifat independen dihadapan subjek yang meneliti/ mengetahui. Realitas, data, sensasi adalah sama atau satu. Dengan demikian, subjek yang mengetahui hanya mencerminkan realitas apa adanya. Pandangan ini biasanya disebut dengan realisme naif (naïve realism). Kaum objektivisme ini berpendapat bahwa subjek (ilmuan) bersifat fasif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Objek justru dianggap paling berperan posisi ilmuan hanya seperti cermin yang memantulkan realitas luar secara apa adanya. Aliran empirisme dan positivisme umumnya menerima pandangan objektivisme ini. Pandangan seperti ini disebut dengan realisme epistemologis atau monism epistemology.
2.      Subjektivisme
Subjektivieme adalah pandangan yang menekankan peran unsur/dimensi subjek dalam menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan kita merupakan ide-ide dalam pikiran orang yang mengetahui (the knower). Karena itu, tidak mungkin kita mengetahui sesuatu (objek, fenomena) di luar ide-ide tersebut.
3.      Skeptisisme
Skeptisme adalah paham yang menyatakan ketidakmungkinan untuk mencapai/ memperoleh kebenaran objektif (akhir/final) pengetahuan/ilmu pengetahuan. Ada beberapa macam skeptisme antara lain:
(a)    Skeptisme Solipisme: pandangan “egosentrisme epistemologi” yang berpendapat bahwa saya hanya tahu diri saya ada, tapi tidak mengetahui sesuatupun di luar saya.
(b)   Skeptisme sensori: sensasi/persepsi bersifat reliable.
(c)    Skeptisme rasional: keraguan yang disebabkan paradok (Zeno) atau antinomi (Kant) pada kesimpulan dan argument. Antinomi adalah dua pernyataan yang bertentangan dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Misalkan pernyataan alam diciptakan atau tidak diciptakan, telor lebih dulu ada daripada alam, adalah bentuk anitomi yang akhirnya pilihan ditentukan oleh kepercayaan.
(d)   Skeptisme metodologis: keraguan sistematis dan sementara yang tujuan untuk menemukan pengetahuan dan fundasi pengetahuan pengetahuan dan terpercaya.
4.      Relativisme
Pandangan Protagoras, bahwa individu menjadi ukuran segala hal disebut “relativisme epistemologi” karena ia menyatakan kerelatifan nilai kebenaran pengetahuan, atau kebenaran relative terhadap subjek yang mengetahui, terhadap kelompok masyarakat dan paradigma tertentu.
5.      Fenomenalisme
Fenomenalisme (phenomenon=apa yang tampak) adalah pandangan yang menyatakan bahwa kita hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang diinrai atau gejala sebagaimana tampak melalui pengamatan.
F.     Hakekat Pengetahuan Ilmiah
Apa perbedaan antara pengetahuan (knowledge) dan pengetahuan ilmiah (science)?
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sebelum filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang, lebih dulu berkembang mitos (dongeng) dan pengetahuan pra-ilmiah sebagai jawaban terhadap berbagai masalah yang dihadapi manusia. Ketika jawaban yang diberikan mitos (dongeng) dan pengetahuan sehari-hari itu tidak memuaskan, muncul upaya untuk menjelaskan fenomena alam dengan penjelasan rasional dan kemudian penjelasan yang didasarkan atas pengalaman (empiri) untuk memberikan jawaban atas fenomena alam dan pengalaman hidup manusia.
Dalam perkembangan selanjutnya, kita mengenal bermacam-macam jenis pengetahuan (pengetahuan agama, pengetahuan sehari-hari, pengetahuan ilmiah). Sedangkan pengetahuan ilmiah merupakan jenis pengetahuan yang memiliki ciri-ciri dan metode serta sitematika tertentu. Dengan demikian, cukup jelas bahwa pengetahuan (knowledge) lebih luas dari pengetahuan ilmiah (science).
Pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan hanya salah satu jenis pengetahuan yang memiliki ciri-ciri khusus. Thomas Huxley mengemukakan bahwa inti sains tidak lebih dari akal sehat yang terlatih dan tertata. Perbedaannya, seperti perbedaan antara seorang veteran dengan seorang prajurit baru; dan metode ilmiah berbeda dari akal sehat, seperti perbedaan antara serangan seorang prajurit yang memiliki senjata dan teknologi modern dengan serangan primitive yang bersenjata pentungan.[8]   













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tujuan dari mempelajari epistemology pertama-tama bukanlah untuk menjawab pertanyaan “apakah saya dapat tahu(mengetahui)?” akan tetapi, untuk menenmukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu, jangkauan dan batasan-batasan saya.
Ada tiga argument/alasan mengapa epistemology perlu dipelajari. Pertama, adalah pertimbangan strategis karena ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi unsur yang dominan dalam zaman modern. Sebagai kekuatan penggerak masa depan dunia dan kehidupan, sudah sewajarnya ilmuan memahami pandangan (asumsi) epistemology yang terdapat dalam setiap “episteme” dan kebudayaan.
Kedua. Asumsi epistemology ilmu pengetahuan berkaitan dengan asumsi ontologis dan aksiologis yang biasanya tersembunyi. Artinya asumsi-asumsi itu mempengaruhi pandangan tentang realitas yang ada, termasuk pandangan religius dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam ilmu pengetahuan itu.
Ketiga.berdasarkan pertimbangan edukatif (pendidikan), epistemology membantu anak didik memahami berbagai bentuk pengetahuan, dan memahami kekuatan dan keterbatasan sehingga terbentuk pemahaman yang lebih holistik. Epistemology juga dapat membantu memahami bagaimana merancang kurikulum life skills yang dapat membantu menghadapi kehidupan nyata di mana pengetahuan berperan untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi, epistemology (filsafat ilmu pengetahuan) dipelajari dengan tujuan agar dapat:
(1)   Membantu untuk memahami berbagai asumsi dasar dalam ilmu pengetahuan dan
(2)   Memahami kekuatan dan kelemahan dalam setiap metode ilmiah, sehingga pada saatnya dapat memberikan pertimbangan yang tepat ketika seseorang melakukan penelitian.




Daftar Pustaka
Ahmad Tafsir, 2004 ”Filsafat Umum akal dan hati sejak thales sampai capra” Bandung:PT Remaja Rosdakarya. 
Akhyar Yusuf Lubis, 2014 “FILSAFAT ILMU Klasik Hingga Kontemporer” Jakarta: Rajawali Pers.
Jujun S. Suriasumantri, 2007 “FILSAFAT ILMU sebuah Pengantar Populer” Jakarta: PT.Pancaranintan Indahgraha
Susanto, A. 2011 “Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis” Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Ahmad Tafsir, ”Filsafat Umum akal dan hati sejak thales sampai capra” (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 23
[2]Akhyar Yusuf Lubis “FILSAFAT ILMU Klasik Hingga Kontemporer ”(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.31
[3] Jujun S. Suriasumantri “FILSAFAT ILMU sebuah Pengantar Populer”(Jakarta: PT.Pancaranintan Indahgraha, 2007), 50
[4] Akhyar Yusuf, op. cit., h. 33
[5] Ibid., h. 34
[6] Ibid., h.51
[7] Ibid., h. 48
[8] Ibid., h.64

2 komentar:

  1. Videoslots.cc - Videoslots.cc - Videodl.cc
    Videolots.cc. Videolots.cc is a premium provider of video slots youtube mp4 and casino solutions. Established in 2015, the platform provides over 15,000 unique

    BalasHapus