EPISTEMOLOGI
Oleh: Ozzy Zaidan
A.
Pengertian Epistemologi
Runes dalam Ahmad Tafsir (2004:23)
menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philoshophy which investigates
the origin, structure, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya
kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat pengetahuan karena ia
membicarakan pengetahuan.[1]
Istilah epistemologi pertama kali
digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 untuk membedakannya dengan cabang
filsafat lainnya yaitu ontology (Hunnex, 1986: 3). Secara kebahasaan
(etimologi), istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani yakni episteme
dan logos. Jika kata yang pertama berarti pengetahuan (knowledge),
maka kata yang belakangan disebutkan berarti ilmu atau teori (Theory). Jadi,
jika melihat dari silsilah kebahasaan tersebut, epistemology dapat
dimengerti sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge) (Pranarka,
1987: 3-5).[2]
Adapun secara terminologis, kita
dapat meminjam pendapat dari beberapa pakar terkait pengertian epistemology
ini. Milton D. Hunnex menyebutkan bahwa epistemology adalah cabang filsafat
yang membahas sifat dasar, sumber, validitas pengetahuan (epistemology comprises
the systematic study of the nature, sources, and validiy of knowledge) (Hunnex,
1986: 3). Pengertian yang dikemukakan Hunnex tersebut dapat dijabarkan lebih
lanjut. Yakni, bahwa fokus pembahasan epistemology meliputi pokok-pokok
persoalan seperti dari mana manusia memperoleh pengetahuan atau apa sumber
pengetahuan itu? bagaimana hubungan antara subjek yang mengetahui dengan objek
yang diketahui (struktur atau situasi pengetahuan)? apa kriteria pengetahuan
(Yang disebut benar)? apakah yang menjadi batas waktu wilayah ilmu pengetahuan?
dan perbagai pertanyaan lainnya.
Epistemologi membicarakan sumber
ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Tatkala manusia
baru lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun. Nanti, tatkala ia berusia
40 tahun, pengetahuannya banyak sekali sementara kawannya yang seumur dengan
dia mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih daripada dia dalam bidang yang
sama atau berbeda. Bagaimana mereka itu masing-masing mendapat pengetahuan itu?
Mengapa dapat berbeda tingkat akurasinya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di
dalam epistemologi.
Jadi, dari itu, secara singkat, kita
dapat memahami bahwa epistemology pada dasarnya merupakan dari salah satu upaya
evaluatif dan kritis tentang pengetahuan (knowledge) manusia.
B.
Sumber Pengetahuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang
pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama
adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman.[3]
Sedangkan Sumber pengetahuan itu sediri adalah apa yang menjadi titik tolak
atau apa yang menjadi objek pengetahuan. Sumber itu dapat bersifat atau berasal
dari “dunia eksternal” atau juga terkait dan berasal dari “dunia internal” atau
kemampuan subjek.
Dalam sejarah filsafat, Plato dan
Aristoteles adalah dua filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda terkait
sumber pengetahuan. Plato disebut juga sebagai seorang rasionalisme klasik
(sementara tokoh rasionalisme Modern adalah Descartes, Spinoza, Leinbniz).
Tokoh rasionalisme ini berpandangan bahwa sumber pengetahuan itu adalah rasio.
Dengan kata lain, rasionalisme menempatkan posisi rasio (akal) sebagai sumber
terpercaya dan utama bagi pengetahuan. Kaum rasionalis percaya bahwa proses
pemikiran abstrak (rasional) dapat mencapai pengetahuan dan kebenaran
fundamental yang tidak dapat disangkal tentang (a) apa yang “ada” (tentang realitas)
dan strukturnya serta (b) tentang alam semesta pada umumnya (Bagus, 1996: 928-929).
Menurut kaum rasionalis, realitas
dan beberapa kebenaran tentang realitas dapat dicapai tanpa tergantung pada
pengamatan (pengalaman) atau tanpa menggunakan metode empiris. Karena itu,
pengetahuan seperti ini sering disebut pengetahuan a priori (a priori
knowledge, neceserry knowledge) –a priori: a = dari, dan prior= yang
mendahului, berarti tidak tergantung atau mendahului pengalaman. Jadi
pengetahuan a priori artinya pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui
pengalaman. Adapun cara kerja kaum rasionalis adalah berdasarkan penalaran
deduktif, logis, dan matetamtis.
Sementara itu, Aristoteles
berpandangan besebrangan dengan gurunya, Plato. Baginya, sumber pengetahuan adalah
pengalaman. Aristoteles adalah tokoh empiris klasik (sementara itu tokoh-tokoh
empiris Modern seperti Fancis Bacon, Jhon Lock, Berkeley, David Hume). Tokoh
empirisme ini menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus didasarkan atas metode
empiris eksperimental, sehingga kebenarannya dapat dibuktikan. Empirisme dalam
ilmu pengetahuan ini dalam perkembangan berikutnya kelak berkembang menjadi
aliran positivisme, yang merumuskan pembendaan antara ilmu pengetahuan (science)
dengan non-ilmu melalui kriteria verifikasi.[4]
Dalam epistemology Barat, dua
pandangan ini, yakni rasionalisme dan empirisme, merupakan dua aliran yang
paling banyak diterima dan paling dominan di antara sumber pengetahuan lainnya.
Namun, di samping dua pandangan tersebut, ada juga beberapa pandangan yang
menyebutkan sumber pengetahuan di luar rasionalisme dan empirisme tersebut. Bertrand
Russell, membedakan 2 macam pengetahuan. Yaitu pertama adalah pengetahuan
melalui pengalaman (knowledge by acquaintance) di antaranya yaitu
pengetahuan yang diperoleh melalui (a) data indrawi (sense data), (b)
benda-benda memori (objects of memory), (c) keadaan internal (internal
states) dan (d) diri kita sendiri (ourselves). Adapun yang kedua
adalah pengetahuan melalui melalui deskripsi (knowledge by description),
yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui
(a) orang lain dan (b) benda-benda fisik, namun bukan hasil pengamatan
akan tetapi konstruksi (Hunnex, 1986: 3)[5].
Adapun Ted Honderich (1995: 931) mengemukakan
beberapa sumber pengetahuan (sources of knowledge). Honderich
mengemukakan bahwa rasionalisme, dan empirisme termasuk sumber
pengetahuan. Namun selain dua hal tersebut Honderich juga memasukan
sumber-sumber pengetahuan yang lain yakni memory, introspection,
precognition serta sumber-sumber lain.
Adapun R.John Hospers (1967) juga
mengemukakan sejumlah sumber pengetahuan adalah: sense experience
(pengalaman pribadi), rason (akal-budi), authority (otoritas), intuition
(intuisi), relevation (wahyu) dan faith (keyakinan).
Seperti yang terlihat ada pandangan
yang sama ada juga yang berbeda terakit dengan sumber pengetahuan antara Hosper
dan Honderich.
Di makalah ini akan diterangkan
sebisa mungkin menyangkut sumber-sumber pengetahuan yang di cantumkan oleh
Hosper dan Honderich.
1.
Perception
(persepsi/ pengamatan indrawi)
Persepsi adalah hasil tanggapan indrawi terhadap fenomena alam.
Adapun istilah yang lebih umum untuk istilah persepsi ini adalah empiri atau
pengalaman (empeiria; experiential). Pengalaman merupakan sumber pengetahuan
yang diterima dalam epitemologi (Barat dan Islam).
2.
Memory
(ingatan)
Pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis, banyak sekali
mengandalkan ingatan. Pengalaman langsung ataupun tidak langsung harus didukung
oleh ingatan agar hasil pengalaman itu dapat disusun secara logis dan sitematis
(menjadi pengetahuan).
3.
Reason
(akal, nalar)
Akal diterima sebagai salah satu sumber pengetahuan. Adapun pikiran
atau penalaran adalah hal yang paling mendasar bagi kemungkinan adanya
pengetahuan. Penalaran adalah proses yang harus dilalui dalam menarik
kesimpulan. Ada hubungan yang erat antara metode (metodologi) dengan logika
(penalaran).
4.
Intropection
(introspeksi)
Introspeksi
juga dianggap sebagai sumber pengetahuan di mana manusia mendapatkan
pengetahuan (pengetahuan atau pemahaman terhadap sesuatu) ketika ia mencoba
melihat kedalam dirinya. Socrates pernah menyatakan “Kenalilah Dirimu Sendiri”.
5.
Intuition
(intuisi)
Intuisi adalah
“tenaga rohani”, suatu kemampuan yang mengatasi rasio, kemampuan untuk
menyimpulkan serta memahami secara mendalam. Intuisi adalah pengenalan terhadap
sesuatu secara langsung dan bukan melalui inferensi logis (deduksi-induksi).
Intuisi merupakan kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan secara tiba-tiba dan
secara langsung.
6.
Authority
(otoritas)
Otoritas
mengacu pada individu atau kelompok yang dianggap memiliki pengetahuan sahih
dan memiliki legitimasi sebagai sumber pengetahuan. Ototitas juga dapat
berasosiasi atau berate negatif bila otoritas itu bersifat dominasi, menindas
dan otoritasnya tidak abash. Otoritas ini dapat memasuki dunia politik,
kehidupan religius dan moral.
7.
Precognition
(prakognisi)
Prakognisi
ialah kemampuan untuk mengetahui sesuatu peristiwa yang akan terjadi.
8.
Clairvoyance
Clairvoyance
adalah kemampuan mempersepsi suatu peristiwa tanpa menggunakan indra. Seorang
ahli nujum mampu mengetahui barang anda yang hilang beberapa hari yang lalu,
maka orang ini memiliki kemampuan Clairvoyance.
9.
Telepathy
(telepati)
Telepati adalah
kemampuan berkomunikasi tanpa menggunakan suara atau tanpa menggunakan bentuk
simbolik lain, namun hanya dengan kemampuan mental. Misalnya jika seseorang
dapat mengetahui pikiran orang lain tanpa menggunakan salah satu bentuk
komunikasi.
Di antara
sekian sumber pengetahuan yang telah disebutkan, baik yang diambil dari
pandangan Hosper atau Honderich, tentu saja teman-teman boleh bersepakat atau
tidak bersepakat mana yang betul-betul dianggap sebagai sumber pengetahuan dan
mana yang tidak. Sekarang kita beralih ke pembahasan lain yakni teori/ kiteria
kebenaran.
C.
Teori/ Kriteria Kebenaran
Dalam
epistemology dan filsafat ilmu pengetahuan dikenal sejumlah teori kebenaran,
yaitu: teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran koherensi, teori kebenaran
pragmatis, teori kebenaran performatif dan teori kebenaran paradigmatif. Dalam
makalah ini akan dijelaskan secara ringkas teori tersebut.[6]
1.
Teori
Kebenaran Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi menyatakan bahwa suatu teori/
proposisi benar bila proposisi atau teori itu sesuai dengan fakta (kenyataan).
Kebenaran adalah kesetiaan pada realitas objektif.
2.
Teori
Kebenaran Kosistensi Dan Koherensi
Dalam teori konsistensi dan koherensi, kebenaran adalah adanya
saling hubungan antar putusan-putusan atau kesesuaian/ ketaat- asasan dengan
kesepakatan atau pengetahuan yang telah dimiliki. Teori kebenaran ini umumnya
terdapat dalamn matematika dan logika atau kelompok epistemology idealis. Bagi
penganut teori kebenaran ini, konsistensi suatu pernyataan atau teori dengan
system pernyataan sebelumnya sudah diandaikan kebenarannya dan menjadi tolak
ukur kebenaran.
3.
Teori
Kebenaran Pragmatis
Pragmatisme adalah aliran filasafat yang lahir di Amerika serikat
akhir abad ke-19 yang menakankan akal budi (rasio) sebagai sarana pemecahan
masalah (problem solving) dalam kehidupan manusia baik masalah yang
bersifat teoritis ataupun praktis. Tokoh pragmatisme awal adalah Charles Sander
Pierce (1834-1914) yang dikenal juga dengan tokoh semiotic, William James
(1842-1910) dan John Dewey (1859-1952) (Honderich, 1995).
4.
Teori
Kebenaran Performatif
Teori ini berasal dari John Langshaw Ausrin (1911-1960), seorang
filsuf Inggris yang mengemukakan teori tindak bahasa. Austin tidak begitu
tertarik membicarakan bahasa sebagai pemaparan ralitas (fakta atomik). Ia
mengarahkan analisinya pada pemakaian bahasa sehari-hari. Ia membedakan dua
macam penggunaan bahasa, yaitu preposisi atau tuturan konstantif dan proposisi
atau tuturan performatif dengan aturan/kriterianya sendiri. Kebenaran
performatif maksudnya adalah bahwa suatu pernyataan dikatakan benar bila apa
yang dinyatakan (oleh seseorang) dilakukan sesuai dengan tindakan dan
kewenangan yang ada padanya.
5.
Teori
kebenaran paradigmatis dan Konsensus
Teori kebenaran paradigmatik dapat diturunkan dari konsep paradigm
Thomas Samuel Kuhn, ilmu pengetahuan dikonstruksi atas paradiga tertentu. Dalam
dunia ilmiah ada sekelompok ilmuan (komunitas ilmuan) yang mendukung paradigm
tertentu (misalnya dalam psikologi: terdapat paradigm psikoanalisa, paradigma
behaviorisme, paradigm humanistik dan lain-lain). Ada kriteria berbeda satu
paradigm dangan paradigma yang lain, sehingga kebenaran tergantung pada
paradigma yang digunakan (paradigmatic).
D.
Cara Kerja Ilmu Pengetahuan
Objek pengetahuan adalah hal atau
materi yang menjadi perhatian bagi pengetahuan (objek material). Dalam istilah
epistemology, ini disebut dengan masalah ontology. Honderich (1995) menyatakan
bahwa objek pengetahuan adalah:
1.
Gejala
alam fisis
2.
Masa
lalu
3.
Masa
depan
4.
Nilai-nilai
(aksiologi)
5.
Abstraksi
6.
Pikiran
(philoshophy of mind: our own experiences, our own inner states, other minds)
Gejala alam fisis (fenomena alam)
merupakan objek ilmu pengetahuan yang utama pada ilmu-ilmu alam. Masa lalu
sebagai objek pengetahuan bisa menjadi perhatian bagi ahli sejarah, arkeologi,
etnologi, antropologi, dan lain-lain. Kelompok pengetahuan ini lebih bersifat
retrodiktif (melihat kebelakang) (sedangkan ilmu yang lebih berorientasi ke
masa depan (the future) disebut dengan ilmu yang bersifat prediktif).
Objek yang berkaitan dengan nilai-nilai menjadi objek yang dibicarakan pada
bidang-bidang tertentu, misalnya nilai-nilai moral menjadi objek kajian etika
dan nilai-nilai keindahan menjadi objek kajian estetika. Sedangkan abstraksi
dan pikiran dapat menjadi perhatian atau focus kajian pada psikobiologi, psikologi,
cognitive science atau philoshopy of mind.
E.
Struktur Pengetahuan
Struktur atau
situasi pengetahuan (the knowledge situation) membahas bagaimana
hubungan antara ilmuan (the knowler,self) dengan sense atau data
(experience) atau hal/objek yang diketahui (things known, world)
(Hunnex, 1986: 8). Stuktur pengetahuan disebut juga situasi pengetahuan atau
fenomenologi pengetahuan. Hubungan antara subjek yang mengetahui dan objek yang
diketahui tergambar dari beberapa pandangan. Beberapa pandangan tersebut adalah
objektivitas, subjektivitas, skeptisisme, relativisme, fenomenalisme.[7] Di
makalah ini akan dibahas terkait pandangan-pandangan tersebut.
1.
Objektivisme
Pendukung objektivisme berpendapat bahwa objek-objek fisis yang
diobservasi/teliti bersifat independen dihadapan subjek yang meneliti/
mengetahui. Realitas, data, sensasi adalah sama atau satu. Dengan demikian,
subjek yang mengetahui hanya mencerminkan realitas apa adanya. Pandangan ini
biasanya disebut dengan realisme naif (naïve realism). Kaum objektivisme
ini berpendapat bahwa subjek (ilmuan) bersifat fasif dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Objek justru dianggap paling berperan posisi ilmuan hanya seperti
cermin yang memantulkan realitas luar secara apa adanya. Aliran empirisme dan
positivisme umumnya menerima pandangan objektivisme ini. Pandangan seperti ini
disebut dengan realisme epistemologis atau monism epistemology.
2.
Subjektivisme
Subjektivieme adalah pandangan yang menekankan peran unsur/dimensi
subjek dalam menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan kita merupakan ide-ide dalam
pikiran orang yang mengetahui (the knower). Karena itu, tidak mungkin
kita mengetahui sesuatu (objek, fenomena) di luar ide-ide tersebut.
3.
Skeptisisme
Skeptisme
adalah paham yang menyatakan ketidakmungkinan untuk mencapai/ memperoleh
kebenaran objektif (akhir/final) pengetahuan/ilmu pengetahuan. Ada beberapa
macam skeptisme antara lain:
(a)
Skeptisme
Solipisme: pandangan “egosentrisme epistemologi” yang berpendapat bahwa saya
hanya tahu diri saya ada, tapi tidak mengetahui sesuatupun di luar saya.
(b)
Skeptisme
sensori: sensasi/persepsi bersifat reliable.
(c)
Skeptisme
rasional: keraguan yang disebabkan paradok (Zeno) atau antinomi (Kant) pada
kesimpulan dan argument. Antinomi adalah dua pernyataan yang bertentangan dan
tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Misalkan pernyataan alam diciptakan atau
tidak diciptakan, telor lebih dulu ada daripada alam, adalah bentuk anitomi
yang akhirnya pilihan ditentukan oleh kepercayaan.
(d)
Skeptisme
metodologis: keraguan sistematis dan sementara yang tujuan untuk menemukan
pengetahuan dan fundasi pengetahuan pengetahuan dan terpercaya.
4.
Relativisme
Pandangan
Protagoras, bahwa individu menjadi ukuran segala hal disebut “relativisme epistemologi”
karena ia menyatakan kerelatifan nilai kebenaran pengetahuan, atau kebenaran
relative terhadap subjek yang mengetahui, terhadap kelompok masyarakat dan
paradigma tertentu.
5.
Fenomenalisme
Fenomenalisme
(phenomenon=apa yang tampak) adalah pandangan yang menyatakan bahwa kita
hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang diinrai atau gejala sebagaimana
tampak melalui pengamatan.
F.
Hakekat Pengetahuan Ilmiah
Apa perbedaan antara pengetahuan (knowledge) dan pengetahuan
ilmiah (science)?
Pengetahuan
adalah keseluruhan pemikiran, gagasan dan pemahaman yang dimiliki manusia
tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sebelum
filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang, lebih dulu berkembang mitos (dongeng)
dan pengetahuan pra-ilmiah sebagai jawaban terhadap berbagai masalah yang
dihadapi manusia. Ketika jawaban yang diberikan mitos (dongeng) dan pengetahuan
sehari-hari itu tidak memuaskan, muncul upaya untuk menjelaskan fenomena alam
dengan penjelasan rasional dan kemudian penjelasan yang didasarkan atas
pengalaman (empiri) untuk memberikan jawaban atas fenomena alam dan pengalaman
hidup manusia.
Dalam
perkembangan selanjutnya, kita mengenal bermacam-macam jenis pengetahuan
(pengetahuan agama, pengetahuan sehari-hari, pengetahuan ilmiah). Sedangkan
pengetahuan ilmiah merupakan jenis pengetahuan yang memiliki ciri-ciri dan
metode serta sitematika tertentu. Dengan demikian, cukup jelas bahwa
pengetahuan (knowledge) lebih luas dari pengetahuan ilmiah (science).
Pengetahuan ilmiah
atau ilmu pengetahuan hanya salah satu jenis pengetahuan yang memiliki
ciri-ciri khusus. Thomas Huxley mengemukakan bahwa inti sains tidak lebih dari
akal sehat yang terlatih dan tertata. Perbedaannya, seperti perbedaan antara
seorang veteran dengan seorang prajurit baru; dan metode ilmiah berbeda dari
akal sehat, seperti perbedaan antara serangan seorang prajurit yang memiliki
senjata dan teknologi modern dengan serangan primitive yang bersenjata
pentungan.[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tujuan dari mempelajari epistemology pertama-tama bukanlah untuk
menjawab pertanyaan “apakah saya dapat tahu(mengetahui)?” akan tetapi, untuk
menenmukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu, jangkauan dan
batasan-batasan saya.
Ada tiga argument/alasan mengapa epistemology perlu dipelajari. Pertama,
adalah pertimbangan strategis karena ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi
unsur yang dominan dalam zaman modern. Sebagai kekuatan penggerak masa depan
dunia dan kehidupan, sudah sewajarnya ilmuan memahami pandangan (asumsi)
epistemology yang terdapat dalam setiap “episteme” dan kebudayaan.
Kedua. Asumsi
epistemology ilmu pengetahuan berkaitan dengan asumsi ontologis dan aksiologis
yang biasanya tersembunyi. Artinya asumsi-asumsi itu mempengaruhi pandangan
tentang realitas yang ada, termasuk pandangan religius dan nilai-nilai yang
tidak dinyatakan secara eksplisit dalam ilmu pengetahuan itu.
Ketiga.berdasarkan
pertimbangan edukatif (pendidikan), epistemology membantu anak didik memahami
berbagai bentuk pengetahuan, dan memahami kekuatan dan keterbatasan sehingga
terbentuk pemahaman yang lebih holistik. Epistemology juga dapat membantu
memahami bagaimana merancang kurikulum life skills yang dapat membantu menghadapi
kehidupan nyata di mana pengetahuan berperan untuk membantu menyelesaikan
berbagai masalah dalam kehidupan. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
epistemology (filsafat ilmu pengetahuan) dipelajari dengan tujuan agar dapat:
(1)
Membantu
untuk memahami berbagai asumsi dasar dalam ilmu pengetahuan dan
(2)
Memahami
kekuatan dan kelemahan dalam setiap metode ilmiah, sehingga pada saatnya dapat memberikan
pertimbangan yang tepat ketika seseorang melakukan penelitian.
Daftar Pustaka
Ahmad Tafsir, 2004 ”Filsafat Umum akal dan hati sejak thales
sampai capra” Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Akhyar Yusuf Lubis, 2014 “FILSAFAT ILMU Klasik Hingga
Kontemporer” Jakarta: Rajawali Pers.
Jujun S. Suriasumantri, 2007 “FILSAFAT ILMU sebuah Pengantar
Populer” Jakarta: PT.Pancaranintan Indahgraha
Susanto, A. 2011 “Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis
dan Aksiologis” Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Ahmad Tafsir,
”Filsafat Umum akal dan hati sejak thales sampai capra” (Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 23
[2]Akhyar Yusuf
Lubis “FILSAFAT ILMU Klasik Hingga Kontemporer ”(Jakarta: Rajawali Pers,
2014), h.31
[3] Jujun S.
Suriasumantri “FILSAFAT ILMU sebuah Pengantar Populer”(Jakarta:
PT.Pancaranintan Indahgraha, 2007), 50
[4] Akhyar Yusuf,
op. cit., h. 33
[5] Ibid., h. 34
[6] Ibid., h.51
[7] Ibid., h. 48
[8] Ibid., h.64
Videoslots.cc - Videoslots.cc - Videodl.cc
BalasHapusVideolots.cc. Videolots.cc is a premium provider of video slots youtube mp4 and casino solutions. Established in 2015, the platform provides over 15,000 unique
joya shoes 402h1ggnck481 joya sko danmark,joya sko norge,joya skor stockholm,joya cipő,joya zapatos,joya schoenen,joya scarpe,joya chaussures,joya schuhe,joya schuhe deutschland joya shoes 139m5bryzx318
BalasHapus